Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) menyampaikan apresiasi atas capaian skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari tahun ke tahun yang selalu menunjukkan peningkatan. KPK pun mendorong Pemkot Bima untuk meningkatkan skor MCP di tahun ini. Demikian disampaikan pada saat rapat evaluasi MCP secara daring pada Selasa, 19 Oktober 2021.

“Kami apresiasi capaian MCP Pemkot Bima yang terus menerus meningkat bahkan tahun 2020 Pemkot Bima masuk dalam 5 besar rata-rata se-Provinsi NTB dengan skor 82,74 persen. Jadi memang harapan kita dengan komitmen Walikota dan jajaran, semoga capaian tahun ini dapat melampaui tahun lalu,” ujar Direktur Korsup wilayah V KPK Budi Waluya.

Posisi per triwulan ke-3 tahun 2021 ini, Pemkot Bima berada di peringkat teratas untuk capaian MCP rata-rata se-Provinsi NTB, dengan skor 67,63 persen. KPK berharap skor MCP Pemkot Bima tahun ini dapat masuk ke 10 besar nasional agar dapat diajukan Dana Insentif Daerah (DID). DID sudah ada sejak tahun 2020. Diberikan kepada daerah yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Walikota Bima Muhammad Lutfi menyampaikan harapannya dengan adanya pengawasan dan monitoring dari KPK, agar Pemkot Bima dapat melaksanakan arahan dari KPK dengan baik, sungguh-sungguh dan jujur dengan dukungan data dan Informasi yang valid. Selain itu, Lutfi juga berharap KPK dapat memberi masukan untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Yang kita butuhkan langkah-langkah untuk meningkatkan PAD. PAD merupakan satu-satunya faktor sehingga Kota Bima ini semakin meningkat. Selain itu, di sektor kesehatan juga perlu kita intervensi, karena hampir seluruh masyarakat Kota Bima ini kita biayai BPJS nya, karena dengan begitu angka kemiskinan semakin menurun,” ujar Lutfi.

Ketika sakit, lanjut Lutfi, masyarakat banyak yang menjual aset miliknya untuk biaya berobat. Namun, katanya, sejak BPJS dibiayai pemda perekonomian masyarakat membaik. Itulah, jelas Lutfi, mengapa anggaran kesehatan pemda tinggi. 

“Orang Bima ini kalau sakit bukan ke pelayanan kesehatan setempat tetapi ke Sanglah, Bali, Mataram. Makanya kita benahi, kita sediakan dokter-dokter spesialis dan rumah singgah untuk keluarga pasien yang menunggu. Biaya operasional rumah singgah juga tidak terlalu mahal, hanya Rp150 juta per tahun,” terang Lutfi di hadapan Sekretaris Daerah, Inspektur Daerah, Sekretaris DPRD, serta Kepala OPD terkait.

Lutfi juga menjelaskan bahwa kesejahteraan tenaga kesehatan dari dana kapitasi yang diterima sebelumnya hanya sekitar Rp8 Miliar, namun setelah pemda membiayai BPJS, dana kapitasi mencapai Rp18 Miliar.

“Artinya kita semakin mampu membayar nakes baik di puskesmas maupun di rumah sakit. Selanjutnya, rumah sakit akan kita buat BLUD yang sudah saya keluarkan SK-nya dan mulai berlaku hari ini dan yang akan datang. Kami berharap dengan RS menjadi BLUD, pengelolaan keuangan semakin mandiri dan pelayanan publik semakin baik,” jelasnya.

Secara rinci, KPK bersama-sama Walikota dan jajaran mereview satu per satu indikator dan sub-indikator area intervensi MCP yang ada di platform online Jaga.id pada menu Jendela Pencegahan. Dari data tersebut, diketahui nilai terkecil adalah area perencanaan dan penganggaran APBD yaitu 31,4 persen. Hasil verifikasi KPK, pemda belum mengunggah Standar Satuan Harga (SSH) tahun berjalan dan belum melengkapi bukti pelaksanaannya. 

“Begitupun dengan Analisis Standar Biaya (ASB) dan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK). KPK meminta pemda untuk memasukkan Peraturan Kepala Daerah jika memang sudah tersedia,” ujar Narahubung KPK untuk wilayah NTB Ardiansyah Putra.

Kemudian terkait area Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), kata Ardi, capaiannya sudah cukup tinggi yaitu 79,7 persen hanya terkendala ketersediaan fungsional PBJ. Dari kebutuhan sesuai Analisis Beban Kerja (ABK) 19 orang, sambung Ardi, saat ini baru tersedia 9 orang atau 48 persen. Menurut Ardi, kondisi ini juga menjadi kendala yang dialami daerah lain. 

“Yang masih belum kami terima laporan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) khusus UKPBJ. Yang diharapkan adanya regulasi terkait pemberian TPP, tidak berdiri sendiri, namun melekat pada regulasi TPP pemda yang ada secara keseluruhan,” terang Ardi.

Sedangkan untuk area manajemen aset, Ardi memaparkan, skor sudah mencapai 76 persen. KPK menyoroti terkait sertifikasi aset. Menurut data yang dilaporkan pemda, sambung Ardi, dari total aset yang dikelola Pemda sebanyak 503 bidang, baru 144 bidang yang tersertifikasi atau 28,6 persen.

Menutup rapat, Ardi menyampaikan, KPK berharap komitmen Walikota Bima untuk menambahkan anggaran dan angka target sertifikasi di tahun 2022 bekerja sama dengan ATR/BPN setempat. 

“Kami akan bantu komunikasi dan koordinasi percepatan dengan ATR/BPN setempat,” pungkas Ardi. (DM.kpk).
Axact

Dinamika Mbojo

Portal Berita Daerah Bima dan NTB yang mengulas Geliat Pembangunan Pemuka dan Tokoh Masyarakat

Post A Comment:

0 comments: